TENTANG TAKARAN, DULU DAN SEKARANG
Oleh:
M. Afif Yuniarto, S.H.I., M.Ag
Oleh:
M. Afif Yuniarto, S.H.I., M.Ag
Di masa Rasulullah Saw.,
terdapat dua satuan takaran yang populer, yaitu "sha'" dan "mud". Gambar
takarannya kurang lebih sama dengan gambar di bawah ini. Sebenarnya,
selain dua satuan takaran tersebut, masih ada 6 lagi satuan takaran yang
digunakan pada masa tersebut, yaitu faraq, qisth, mudyu, makhtum,
qafiz, dan makkuk. Saat itu belum dikenal satuan takaran seperti liter
di zaman sekarang.
Orang-orang Arab ketika itu menggunakan sha'
sebagai satuan takaran dalam aktivitas jual beli. Kalau di kira-kira, 1
sha' ketika itu sama dengan 4 genggaman tangan seorang laki-laki ideal.
Oleh sebab satuan takaran yang dikenal ketika itu adalah sha'
dan mud, maka pembayaran dalam masalah ibadah juga menggunakan satuan
tersebut. Misalnya dalam hal pembayaran zakat fitrah untuk satu orang
sebanyak 1 sha'.
Masalahnya, takaran sha' pada masa sekarang
kurang begitu populer. Bahkan mungkin sudah tidak pernah digunakan
(setidaknya yang saya tahu di Indonesia). Namun ini tidak boleh jadi
alasan bahwa kita sekarang tidak perlu bayar zakat fitrah. Zakat fitrah
harus tetap dibayar karena ia adalah salah satu pondasi rukun Islam.
Nah, untuk mengatasi masalah ini, para ulama berusaha melakukan
kontekstualisasi dengan cara mengkonversi sha' yang merupakan satuan
takaran ke dalam satuan timbangan kilogram, mengingat orang sekarang
lebih familiar dengan satuan timbangan tersebut.
Namun
kenyataannya para ulama sendiri berbeda pendapat saat melakukan
konversi. Perbedaan paling mencolok terjadi antara ulama mazhab Hanafi
dan mazhab Syafi'i sebagai representasi pendapat jumhur. Di kitab-kitab
fikih kontemporer, saya menemukan berbagai varian pendapat tersebut.
Berikut akan saya paparkan:
- Dalam kitab "al-makayil wa al-mawazin al-syar'iyyah" karya Prof. Dr. 'Ali Jum'ah Muhammad disebutkan bahwa versi Hanafiyyah, 1 sha' = 3,25 kg. sedangkan versi Jumhur 1 sha' = 2,040 kg
- Dalam kitab "al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh" karya Dr. Wahbah al-Zuhaili disebutkan bahwa versi Hanafiyyah, 1 sha' = 3,8 kg. Sedangkan versi mayoritas ulama 1 sha' = 2,175 kg
- Dalam kitab "al-mausu'ah al-fiqhiyyah al-kuwaitiyyah" yang disusun oleh Kementerian Wakaf dan Urusan Agama Islam Kuwait disebutkan bahwa menurut Imam Abu Hanifah 1 sha' = 3,0528 kg., sedangkan menurut mayoritas ulama 1 sha' = 2,02248 kg
- Dalam kitab" al-Fiqh al-Manhaji 'ala mazahib al-arba'ah" yang disusun oleh Dr. Mustafa al-Khin, Dr. Mustafa al-Bugha, dan 'Ali al-Shirbaji, disebutkan bahwa 1 sha' = 2,4 kg.
- Dalam kitab "Fiqh al-Zakah" yang disusun oleh Dr. Yusuf al-Qaradlawi disebutkan bahwa 1 sha' = 2,176 kg.
Dari lima kitab tersebut, masing-masing memiliki hasil konversi yang
berbeda. Pertanyaannya kemudian, mengapa bisa terjadi perbedaan?
Menurut pendapat saya pribadi, perbedaan terjadi karena perbedaan berat
jenis benda yang diukur. Misalnya, jika kita menaruh biji beras yang
kecil ke dalam satu wadah, lalu menaruh biji beras yang agak besar ke
dalam wadah yang ukurannya sama pula, kemudian keduanya ditimbang, maka
hasilnya akan berbeda. biji beras yang besar-besar semestinya lebih
berat dari biji besar yang kecil.
Kalau memang begitu, mengapa
antara mazhab Hanafi dan mazhab Syafi'i terjadi "gap" ukuran yang
terlampau jauh bahkan hampir satu kilo? mestinya kalau hanya perbedaan
berat jenis benda yang diukur, gap nya tidak terlalu jauh.
Jawabannya karena antara ulama mazhab Hanafi dan Syafi'i punya
standarisasi wadah takaran sha' yang berbeda. Di Irak yang notabene
pusat berkembangnya mazhab Hanafi ketika itu, dikenal "sha' Hajjaji".
Sedangkan di Madinah dikenal "sha' Hijazi". Menurut kitab "al-Mausu'ah
al=Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah", wadah takaran "sha' Hajjaji" lebih besar
daripada wadah "sha' Hijazi". Mayoritas ulama kemudian mengklaim bahwa
wadah sha' yang sesuai syariat adalah "sha' Hijazi".
Jadi dalam
hal ini perbedaan bukan terletak pada jenis benda yang ditakar lalu
ditimbang, tetapi pada perbedaan ukuran wadah takaran sha'.
Wallahu A'lam...
Komentar
Posting Komentar